Mengingat Kembali Maulid Nabi

 

    Secara etimologi, istilah “Maulid” berasal dari bahasa Arab ولد - يلد - ولادة yang berarti kelahiran. Kata ini biasanya disandingkan atau dikaitkan dengan Nabi Muhammad SAW. Secara historis Sosiologis tanggal kelahiran Rasulullah tidak diketahui secara pasti. Bahkan, sebagian ahli sejarah di masa kini yang mengadakan penelitian menyatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi Muhammad 9  Rabi’ul Awal, bukan 12 Rabi’ul Awal.

    Setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah, di seluruh dunia yang berpenduduk mayoritas Muslim diperigati Maulid Nabi. Yang menarik justru Arab Saudi adalah satu-satunya negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang tidak menjadikan Maulid sebagai hari libur resmi. Hal ini disebakan karena mayoritas muslim Arab Saudi menganut paham wahabi yang dominan termasuk salaf dan pemahaman taliban. Perayaan Maulid Nabi seperti ini dianggap bid’ah.

    Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam beberapa waktu setelah Nabi Muhammad wafat. Peringatan tersebut bagi umat muslim adalah penghormatan dan peringatan kebesaran dan keteladanan Nabi Muhammad dengan berbagai bentuk kegiatan budaya, ritual dan keagaamaan. Meski sampai saat ini masih ada kontroversi tentang peringatan tersebut di antara beberapa ulama yang memandang sebagai Bidah atau bukan Bidah. Tetapi saat ini maulid nabi diperingati secara luas di seluruh dunia termasuk tradisi budaya Indonesia.

Di dalam kitab Madarij As-Shuud Syarah Al-Barzanji. dikutip sebuah ucapan Rasulullah SAW

قال صلى الله عليه وسلم من عظم مؤلدي كنت شفيعا له يوم القيامة

"Rasulullah Saw bersabda: Siapa menghormati hari lahirku tentu aku akan memberikan pertolongan kepadanya di hari kiamat".

    Sekitar lima abad yang lalu. Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/ 1445-1505 M) pernah menjawab polemik tentang perayaan Maulid Nabi Saw. Di dalam kitab Al-Hawi Li Al-Fatawi. beliau menjelaskan:

"Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi SAW pada bulan Rabiul Awwal. bagaimana hukumnya menurut syara. Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak?.”

Beliau menjawab. "Jawabannya bahwa di dalam perayaan Maulid Nabi SAW. manusia berkumpul, membaca Al-Qur'an dan kisah-kisah teladan Nabi SAW sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama. setelah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan. tidak lebih. Semua itu termasuk Bid'ah Hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW. manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW yang mulia".

---


    Menurut sejarah, ada dua pendapat yang menengarai awal munculnya tradisi Maulid. Pertama, tradisi Maulid pertama kali diadakan oleh khalifah Mu’iz li Dinillah, salah seorang khalifah dinasti Fathimiyyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah. Kemudian, perayaan Maulid dilarang oleh Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy dan kembali marak pada masa Amir li Ahkamillah tahun 524 H. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Al-Sakhawi (wafat 902 H).

    Kedua, Maulid diadakan oleh khalifah Mudhaffar Abu Said pada tahun 630 H yang mengadakan acara Maulid besar-besaran. Saat itu, Mudhaffar sedang berpikir tentang cara bagaimana negerinya bisa selamat dari kekejaman Temujin yang dikenal dengan nama Jengiz Khan (1167-1227 M.) dari Mongol. Jengiz Khan, seorang raja Mongol yang naik tahta ketika berusia 13 tahun dan mampu mengadakan konfederasi tokoh-tokoh agama, berambisi menguasai dunia. Untuk menghadapi ancaman Jengiz Khan, Mudhaffar mengadakan acara Maulid. Tidak tanggung-tanggung, dia mengadakan acara Maulid selama 7 hari 7 malam. Dalam acara Maulid itu ada 5.000 ekor kambing, 10.000 ekor ayam, 100.000 keju dan 30.000 piring makanan. Acara ini menghabiskan 300.000 dinar uang emas.

    Kemudian, dalam acara itu Mudhaffar mengundang para orator untuk menghidupkan nadi heroisme Muslimin. Hasilnya, semangat heroisme Muslimin saat itu dapat dikobarkan dan siap menjadi benteng kokoh Islam.

 

Makna yang bisa dipetik dari bulan berkah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW

    Diceritakan, saat perayaan Maulid diadakan, Muzhaffar Kukabri mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu dan rakyatnya. Kemudian menjamu mereka makan, memberi hadiah, bersedekah kepada fakir miskin dan lainnya. Nabi memang tidak melaksanakan perayaan kelahiran beliau. Namun secara isyarat dapat kita simak pada salah satu hadits bahwa ketika sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad kenapa beliau berpuasa di hari Senin, jawab beliau karena hari Senin adalah hari kelahiran. Ini mengisyaratkan bahwa Nabi bersyukur atas hari kelahirannya.

Isi perayaan pada Bulan Maulid

    Di antaranya pembacaan Al-Qur’an, pembacaan biografi atau siroh nabi, berdoa, berzikir, bersholawat yang merupakan ungkapan rasa syukur, rasa hormat kepada Nabi. Berkah perayaan Maulid, antara lain kita dapat bersilaturahmi, membaca Al-Qur’an, bersedekah. Juga kita diingatkan melaksanakan sunah-sunah Nabi dan senang berselawat. Demikian pula dengan tradisi Baayun Maulid, ini tradisi tidak menyimpang karena niatnya mendapat keberkahan dari kegembiraan dan kecintaan kepada Nabi. Para bayi dan balita juga dibiasakan mendengar lantunan shalawat agar mereka menjadi insan yang mencintai nabinya dan taat pada perintah dan larangan agama.

    Jadi intinya, berkah didapat adalah bertambahnya kebaikan pada diri kita selaku umat Nabi Muhammad SAW.

Memperingati Maulid Nabi Muhammad.

    Perayaan Maulid tidak perlu atau tidak harus mewah. Jika ingin diadakan secara Individu atau dalam keluarga juga boleh. Apabila secara Individu maka laksanakan puasa, perbanyak salat sunnah, zikir, Sholawat dan melaksanakan sunah-sunah Nabi. Agar generasi milenial juga semakin mengenal dan mencintai nabinya, maka di era digital ini sebarkan konten kenabian, baik riwayat hidup beliau, sunah beliau, Sholawat dan nasyid. Semua bisa dikreasi secara media digital dengan baik dan menarik untuk disimak kalangan muda, sehingga mereka semakin mencintai Nabi.


Komentar