![]() |
Sumber : Freepik |
Pendidikan adalah fondasi utama untuk membangun masa depan bangsa. Di atas fondasi inilah generasi masa depan dibentuk. Setiap pemerintahan pasti menginginkan kemajuan bagi rakyat. Namun, apakah perubahan kebijakan pendidikan yang terjadi sepanjang sejarahnya sudah mampu memberikan manfaat yang paling besar bagi kita secara keseluruhan?
Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia sering berubah, bahkan sebelum sempat dievaluasi hasilnya. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat.
Misalnya, soal pergantian kurikulum. Dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bergeser ke Kurikulum 2013 (K13), lalu ke Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan di tengah pandemi. Perubahan yang terlalu cepat kadang membuat guru kesulitan menyesuaikan.
Kemudian, kita juga melihat penghapusan Ujian Nasional (UN), diganti dengan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Tujuannya untuk mengukur kualitas pendidikan secara menyeluruh, bukan hanya kemampuan siswa. Namun, di banyak sekolah, terutama di daerah, fasilitas komputer tidak cukup, internet pun lemah.
Masalah tidak berhenti di sana. Program Guru Penggerak, yang awalnya digadang-gadang menjadi tolok ukur kepala sekolah masa depan, kini mengalami pelonggaran aturan karena tidak semua daerah sanggup memenuhinya. Lalu, sistem penerimaan mahasiswa baru terus mengalami perubahan: dari SNMPTN dan SBMPTN, kini menjadi SNBP dan SNBT, dengan pola penilaian dan ujian yang juga berubah-ubah. Bukan hanya siswa, guru pun bingung bagaimana harus membimbing anak didiknya yang setiap tahun menghadapi sistem baru.
Dan yang paling kontroversial saat ini adalah pemotongan anggaran pendidikan tinggi demi mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program tersebut bertujuan mulia: mengurangi stunting dan meningkatkan gizi anak-anak. Tapi ketika dana pendidikan dipangkas hingga berdampak pada pembatalan beasiswa dan pembangunan infrastruktur kampus. Apakah ini langkah ke depan, atau kemunduran?
Perubahan kebijakan adalah suatu hal yang krusial, oleh karena itu kebijakan harus benar-benar dirancang untuk membawa perbaikan bagi bangsa.
Namun dengan perubahan ini apakah kita sedang memperbaiki sistem, atau justru mengulangi siklus yang sama dari generasi ke generasi?
Meskipun pendidikan formal diperoleh di sekolah, penting untuk diingat bahwa tanggung jawab pendidikan tidak hanya berada di pundak guru, siswa, dan sekolah. Peran orang tua dan lingkungan keluarga memegang peran yang sama pentingnya. Pendidikan sejati sesungguhnya dimulai dari rumah, di mana anak pertama kali belajar nilai-nilai dasar, etika, dan karakter. Ketika anak menerima dukungan positif dan teladan yang baik sejak dini di lingkungan keluarga, lalu dilanjutkan dengan sistem pendidikan yang berkualitas di sekolah, maka potensi terbaik dalam dirinya dapat tumbuh secara optimal.
Dengan budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya. (Ki Hajar Dewantara : Bapak Pendidikan Nasional)
Komentar
Posting Komentar